Benarkah Duta Business School DBS Belum Syar'i?

Sebelum DBS yang sekarang sedang meroket pesat. Dulu saya pernah terjun berbisnis di Internet untuk yang pertama kalinya dengan bergabung di bisnis pulsa jaringan Voucherkey www.voucherkey.com. Dari situ awal mempelajari bisnis online jaringan dan mengenal mas Febrian (pendiri DBS), Randu dan Leader lainnya yang terus menyemangati member-member bawahannya agar memperoleh passif income. Namun, itu hanya sekedar bayolan belaka, ketika Vocherkey mengalami kebangkrutan, katanya. Sehingga bermuncullah bisnis serupa yang mirip VK sebagai penyempurnaan yaitu Duta-Network www.duta-network.com. Namun, sama halnya seperti yang dialami VK, DN tidak mengalami pertumbuhan yang cepat. Sehingga mas Febrian dan team merintis bisnis serupa pula dengan system yang tidak jauh berbeda dengan sebelumnya yaitu DFI www.duta4future.com dapat bertahan 1 tahun lebih sampai sekarang, dimana member yang telah bergabung tercantum di situsnya tersebut sebanyak 1 juta lebih, namun setelah saya tanyakan pada salah satu Leader DBS, sebenarnya yang bergabung baru mencapai 1/2 atau 1/3 dari total member yang ada, mungkin sekitar 400rb an orang yang telah gabung di bisnis ini. Namun saya hanya memantau dan mempelajari bisnis ini saja (Duta-networ & Duta4future) dan tidak menjalankannya, karena saya berpendapat, di DBS hanya menguntungkan perusahaan saja dan banyak bonus-bonus yang kuran kejelasannya terutama dengan adanya INDEX, dan lainnya sehingga perlu dipertanyakan dimana letak syariah nya yang konon digembor-gemborkan oleh DBS.

Akhirnya saya mendapatkan artikel yang menggelitik dan mengagetkan bagi saya pribadi ketika dapat tercerahkan dengan Majalah Sabili No. 22 Th. XVI 21 Mei 2009/26 Jumadil Awal 1430 yang membahas tentang MLM Duta Business School Sudah Syar’i?, judul asli.

Berikut dibawah ini isinya:

Ratusan ribu orang menjadi anggota bisnis ini. Nama Aa Gym juga ikut muncul, terdaftar sebagai anggota. Kebingungan umat Islam menjadi-jadi, bertanya-tanya, apakah bisnis DBS ini sudah syar’i?

Azhari, seorang karyawan sebuah perguruan tinggi merasa tidak enak menjalani bisnis MLM (Multi Level Marketing) Duta Business School (DBS). Meski sudah merekrut lima orang untuk menjadi bawahan-nya (downline), dia tidak lagi melanjutkan mencari downline lain. Pasalnya, setelah sebulan menjadi anggota MLM ini dia semakin merasa tidak enak, bingung, mempertanyakan apakah DBS sudah syar’i?.

Keinginan untuk menghilangkan kebingungannya semakin besar setelah ia mempresentasikan produk MLM miliknya kepada seorang pengamat ekonomi syariah, Izzuddin Abdul Manaf. Selesai mendengarkan presentasi Azhari, Izzuddin berpendapat, secara tidak langsung ada unsur money game di dalam MLM ini.

Sebagai seorang pengamat, Izzuddin tidak sembarang memberi kesimpulan itu. Disuatu hari, dia menjadi pembicara di forum Oase Enterpreneur, sebuah lembaga pelatihan wirausaha, mengenai etika bisnis syari’ah. Kebetulan para pesertanya juga banyak menjadi agen MLM DBS. Kepada Izzuddin mereka bertanya mengenai nilai syar’i lembaga bisnis tersebut. Izzuddin menanggapi, sebuah bisnis dikatakan syar’i bila ada pengawasan dan sertifikasi Dewan Syariah Nasional (DSN).

Setelah seminar, Izzuddin semakin penasaran dengan DBS. Dia membuka situs www.duta4future.com. Disitulah ia menemukan penjelasan lebih lengkap lagi mengenai DBS. Masih tidak puas juga, ia berdiskusi dengan kawannya. Dia melihat produk MLM ini adalah pulsa. Seorang anggota bisnis ini jika hanya mengambil untung dari penjualan pulsa maka tidak bisa mendapatkan untung besar. Kemudian dia menemukan keuntungan lain, yaitu perekrutan anggota. ”Inilah money game-nya,” kata Izzuddin.

Izzuddin merasa prihatin dengan MLMa ini karena terdengar isu sudah mendapatkan legalitas syar’i dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) wilayah Jawa Barat. ”Ini tidak bisa. Yang berhak memberikan sertifikasi syar’i hanya MUI pusat, yaitu melalui DSN.” Dengan kata lain, Izzuddin ingin mengatakan, secara prosedural, bisnis ini hanya ngaku-ngaku saja sudah syar’i, padahal belum.

Menanggapi klaim belum syar’i, bakroni, seorang pengusaha DBS, mengatakan MUI Jawa Barat sudah menjelaskan kehalalan bisnis ini. ”Kalau memang harus mendapat legalitas syar’i dari MUI pusat maka nanti pihak perusahaan yang akan mengurus,” ujarnya.

MUI Bandung melalui KH Miftah Faridl, menegaskan, tidak benar jika MUI Jawa Barat telah memberikan fatwa halal terhadap bisnis ini. Miftah berpendapat, legalaitas syar’i hanya bisa diproses melalui MUI pusat, bukan daerah. Penegasan yang sama juga diutarakan Amidhan, salah seorang ketua MUI. Dia mengatakan, sertifikasi lembaga bisnis keuangan hanya melalui Dewan Syariah Nasional di MUI pusat, bukan di daerah.

Duta Business School adalah sebuah devisi dari PT Duta Future Internasional, didirikan pada 10 November 2007 di Bandung. Perusahaan ini bergerak di bidang perdagangan umum, jasa pemasaran produk komoditas pokok. Khusus untuk DBS, bidang pendidikan dan pelatihan kewirausahaan menjadi garapannya. Kantor administrasi DBS beralamatkan di Surapati Core Blok J-7 Jal PHH Mustafa Nomor 39 Bandung.

Dengan basis teknologi internet, perusahaan ini membantu anggotanya menjadi dealer isi ulang pulsa elektrik. Sejumlah 1.000 lebih agen perusahaan ini tersebar luas di penjuru kota-kota di Indonesia. Semua transaksi, perhitungan keuangan, danadministrasi dilakukan dengan sistem komputerisasi.

Hingga saat ini, DBS telah memiliki anggota sejumlah 650.000 orang. Untuk menebar jaringan, dan memberikan informasi, DBS membuat situs http://duta4future.com.

Jika Anda membuka situs itu maka akan menemukan kesan singkat para anggota bisnis ini. Di barisan paling utama terpampang nama Guruh Soekarno Putra, anak presiden pertama Indonesia dengan identitas keanggotaan DBS1291822.

Setelah itu akan terlihat foto dan tulisan singkat dai terkenal asal Bandung, Abdullah Gymnastiar. Dengan huruf kapital, Aa Gym menulis, semoga usaha kita ini penuh berkah. Dia mengaku awalnya berat hati untuk mengikuti bisnis ini. Setelah mendengar masukan mengenai bisnis dalam Islam dari KH Miftah Faridl dan pakar ekonomi Islam, Syafi’i Antonio, Aa Gym memutuskan terjun ke DBS. Entah sudah berapa lama nama-nama tersebut menjadi anggota DBS.

Lalu apakah DBS sudah sesuai syariah? Menjawab pertanyaan ini, Syafi’i Antonio, yang juga anggota DSN mengatakan, untuk mengkategorikan sebuah perusahaan itu syar’i harus melalui tujuh tahapan. “Produk yang dijual harus halal, terbebas dari unsur riba,” jelasnya. Syafi’i mengatakan, akad dasar transaksi harus terbebas dari jahalah (ketidakpastian, -red), juga harus ada kesepakatan yang jelas apa yang didapat si pembeli, dan apa yang tidak didapat.

Terkait dengan marketing plan, Syafi’i mengutarakan, harus adil, terbebas dari dzulm. “Transaksi keuangan harus terbebas dari riba, harus melalui Bank syariah dan asuransi syariah.”

Tidak cukup hanya itu, corporate culture perusahaan tersebut juga ikut diperhatikan, seperti jilbab bagi kaum hawa, dan budaya salam misalnya. “Perhatian kepada ekonomi umat juga perlu diperhatikan. Jangan sampai menguras devisa hanya untuk produk asing, sedangkan umat hanya dijadikan pasar,” katanya.

Terakhir, dia menyarankan adanya Dewan Pengawas Syariah yang didapat melalui DSN MUI Pusat.

Terkait dengan DBS, Syafi’i mengatakan, hingga saat ini, perusahaan tersebut belum memenuhi dua kriteria, yaitu pada poin transaksi finansial yang belum sepenuhnya menggunakan jasa Bank syariah dan belum adanya pengawas dari DSN. “Untuk kepastian lebih lanju, tunggu sebulan lagi,” ujarnya kepada Sabili.

Jelas sudah, dengan pernyataan Syafi’i sendiri bisa diketahui, perusahaan ini masih menuju proses syar’i. Jika terbukti tidak syar’i, maka ratusan ribu umat Islam akan menjadi korban bisnis ini.

Bagaimana menurut Anda???

Sumber:
www.sabili.co.id
www.pkesinteraktif.com dan www.pkesinteraktif.com