Sebuah Renungan Untuk Kita Semua

Lucu ya…

Lucu ya, uang Rp. 20.000-an kelihatannya begitu besar bila dibawa ke kotak amal masjid, begitu kecil tapi bila kita bawa ke supermarket.

Lucu ya, 45 menit terasa terlalu lama untuk berzikir, tetapi betapa pendeknya waktu itu untuk pertandingan sepak bola.

Lucu ya, betapa lamanya 2 jam berada di masjid, tapi betapa cepatnya 2 jam berlalu saat menikmati pemutaran film di bioskop.

Lucu ya, susah merangkai kata untuk dipanjatkan saat berdo’a atau sholat, tapi betapa mudahnya cari bahan obrolan bila ketemu teman.

Lucu ya, betapa serunya perpanjangan waktu di pertandingan bola favorit kita, tapi betapa bosannya bila imam sholat tarawih bulan ramadhan kelamaan bacanya.

Lucu ya, susah banget baca Al-qur’an 1 zuz saja, tapi novel best seller 100 halaman pun habis dilalap.

Lucu ya, orang-orang pada berebut paling depan untuk menonton bola atau konser, tapi berebut cari shaf paling belakang bila jum’atan agar bisa cepat keluar.

Lucu ya, kita perlu undangan pengajian 3-4 minggu sebelumnya agar bisa disiapkan diagenda kita, tapi untuk acara lain jadwal kita gampang diubah seketika.

Lucu ya, susahnya orang mengajak partisipasi untuk dakwah, tapi mudahnya orang berpartisipasi menyebar gosip.

Lucu ya, kita begitu percaya pada apa yang dikatakan koran, tapi kita sering mempertanyakan apa yang dikatakan Al-qur’an.

Lucu ya, semua orang ingin masuk surga tanpa harus beriman, berfikir, berbicara ataupun melakukan apa-apa.

Lucu ya, kita bisa mengirim email ribuan pesan lucu lewat email, tapi bila ngirim yang berkaitan dengan ibadah sering mesti berfikir dua kali.

Tuhanku, runtutan karunia-Mu telah melengahkan aku untuk benar-benar bersyukur kepada-Mu.

Limpahan anugerah-Mu telah melemahkan aku untuk menghitung pujian atas-Mu.

Iringan ganjaran-Mu telah menyibukkan aku untuk menyebut kemuliaan-Mu.

Rangkaian bantuan-Mu melalaikan aku untuk memperbanyak pujaan kepada-Mu.

Ilahi, besarnya bantuan-Mu mengecilkan rasa syukurku memudar disamping limpahan anugerah-Mu tak terhingga, sehingga kelu lidahku menyebutkannya, karunia-Mu tak terbilang sehingga lumpuh akalku memahaminya.

Bagaimana mungkin aku berhasil mensyukuri karunia-Mu, karena rasa syukurku kepada-Mu memerlukan syukur lagi.