UKA FAHRUROSID: Itulah nama lengkap saya. Nama pemberian orang tuaku yang entah dari mana dapat inspirasi nama seperti itu. Namun, dengan bannga saya ucapkan terima kasih pada orang tuaku yang telah memberikan nama terbaik untukku, walaupun saya belum mengerti maksud dan arti dari nama itu karena belum sempat menanyakannya. Namun, saya mencoba mencari tahu arti dari nama itu dengan menggunakan kamus, khususnya kamus bahasa arab dimana saya menemukan sebagian arti dari nama itu yang kurang lebih kalau menurut versi saya sendiri adalah uka fahrurosid = "hamba yang cerdik dan pandai".
Uka : Begitulah biasa teman-teman akrab saya memanggil. Panggilan yang sederhana, singkat, padat, simple dan mudah diingat itulah yang membuat nama uka menjadi nama panggilan utama saya. Tapi ada juga sebagian temanku yang memanggil dengan nama lain seperti rasyid, rosid, ocid, fahrul, dan lain-lainnya. Saya persilahkan menggunakan panggilan apa saja selama tidak menggunakan kata-kata kotor dan jelek. Namun saya akan lebih senang dengan panggilan-panggilan yang baik dan tentunya tidak melenceng dari nama lengkapku. Karena ada juga temenku yang kurang mensyukuri dan tidak menghargai namanya dengan bangga menggunakan nama-nama asing yang kedengarannya gaul dan keren itu. Saya bukanlah orang seperti itu.
Saya lahir pada hari sabtu tanggal 21 Maret 1985 dan dibesarkan di propinsi banten tepatnya di perkampungan kecil dan terpencil juga jauh dari perkotaan; yaitu di kampung krakal RT 08/05 desa lambang sari kecamatan bojonegara kabupaten serang – banten ini merupakan kampung kebanggaan saya dimana saya bisa hidup damai, tentram dan penuh kasih sayang bersama ibu, kakak, adik juga keluarga disana.
Namun, sebelum saya merasa nyaman dikampung krakal itu, saya juga adik sebelumnya tinggal bersama ayah di kampung ciranggon tempat ayah tinggal dan tidak bersama ibu yang pada waktu itu sudah cerai. Saya yang masih kecil kala itu belum mengerti kalau kedua orang tua yang ku sayangi tidak bersama lagi.
Pada usia 6 tahun ayah menyekolahkanku di pendidikan formal tingkat SD di kampung beji kecamatan bojonegara. Namun, belum 1 tahun lamanya terjadi percekcokan dan perebutan anak antara ayah dan ibu, tentu saja kami berdua ketakutan.
Kala itu ibu yang telah menikah lagi sama orang ketiban – banten memenangkan dan membawa kami berdua tinggal bersama ibu di kampung pangsoran; sebuah perkampungan sepi dekat laut dimana disana saya merasa damai dan senang bermain bersama teman-teman. Tapi saya tidak masuk sekolah selama beberapa bulan sehingga menimbulkan pertikaian dan perebutan kembali antara ayah dan ibu. Dan pada kala itu giliran ayah yang memenangkan dan membawa kami berdua ke ciranggon untuk melanjutkan sekolah. Pada saat itu saya melihat ibu menangis melihat kami berdua dibawah oleh ayah, karena ibu merasa walaupun kami berdua tinggal bersama ayah dengan hidup yang cukup layak, namun ayah memperlakukannya dengan kurangnya kasih sayang.
Dari situlah terjadi pertikaian dan perebutan kembali antara ayah dan ibu, dimana ibu terus berjuang meloby ayah agar mau menyerahkan kami berdua tinggal bersama ibu. Akhirnya ayah mempersilahkan kami berdua dibawa oleh ibu ke kampung krakal yang mana sebelumnya ayah telah memberikan rumah di sana dan terus memberikan tunjangan agar kami berdua dapat meneruskan ke sekolah.
Pada usia 6-7 tahun, ibu menyekolahkan saya di pendidikan formal tingkat SD di SDN lambang sari pengrango – bojonegara. Namun kala itu masuk sekolah mulai dari kelas 1 lagi hingga tamat pada tahun 1997. Setelah tamat dari SD saya langsung dimasukkan untuk belajar ke salah satu pesantren salafi di cibeber – banten. Disana dituntut untuk hidup mandiri dan siap jauh dari orang tua dan tinggal di asrama bersama teman-teman yang lain dari berbagai kota. Disana juga diajarkan hidup sederhana dan memperlajari kitab-kitab kuning (disana dikenal dengan sebutan kitab gundul yang tidak ada harakatnya sama sekali).
Selama kurang lebih satu tahun, kakak bersama ibu datang menjemput yang dimaksudkan untuk memindahkan kami berdua ke salah satu pesantren modern terkenal Daar El Qolam di gintung balaraja, tangerang – banten. Akhirnya kami berpamitan dengan pimpinan pondok pesantren untuk diizinkan dan minta do’a restunya. Segera setelah itu berangkat ke pondok pesantren tersebut untuk melakukan pendaftaran dan testing.
Saat itulah merupakan kejadian tak terlupakan dan menyedihkan yang dirasakan oleh ibu dan kami berduapun turut merasakan kesedihan itu yang terjadi antara ibu dan orang lain kepercayaan kakak. (saya tidak menceritakannya disini karena itu akan membuat saya tambah sedih mendalam dan rasa sakit hati. Mudah-mudahan orang itu segera tobat dan meminta maaf kepada Allah atas apa yang telah dilakukannya dan telah menyakiti hati ibu kami).
Akhirnya alhamdulillah pada tahun 1998 kami berdua dinyatakan lulus testing di pondok pesantren tersebut dan kami segera melunasi dan menyelesaikan administrasi.
Di pondok pesantren itu kami harus hidup mandiri dan bersedia jauh dari orang tua tinggal di asrama bersama teman-teman yang lain dari berbagai kota di penjuru indonesia dan tidak ada satupun yang saya kenal sebelumnya. Hal yang sama pula ketika hidup di pondok pesantren salafi dulu, namun di pondok pesantren itu semua perlengkapan telah tersedia.
Selama enam tahun lamanya kami berdua menuntut ilmu di sana dari semenjak SMP sampai SMA. Kami diajarkan berbagai ilmu dan keterampilan. Selama hidup disana saya merasakan hidup untuk menyongsong hari esok yang lebih baik dan mulia. Saya merasa menjadi manusia baru dengan jiwa yang tegar dalam menjalani segala problema kehidupan ini.
Liburan kedua tiba, dimana pada saat itu kami masih duduk di kelas dua SMP pada tahun 1999. Kebahagian kami dan murid lainnya dalam menyambut liburan itu. Kala itu dikarenakan sudah lama kerinduan ini untuk bertemu keluarga selama hampir 1 tahun, malah kebahagiaan itu berubah drastis menjadi kesedihan mendalam. Karena dalam perjalanan pulang, kami dikejutkan dengan kabar bahwa ayah telah berpulang kerahmatullah (meninggal dunia). Dalam perjalanan pulan itulah kebahagiaan kami berubah menjadi isak tangis meneteskan derasnya air mata mengalir tanpa henti dan sunyi sepi tanpa kata hingga sampai pada tempat tujuan di rumah kakak di jakarta. Namun disayangkan setibanya disana, malah ayah kami telah terbungkus rapi oleh kain kaffan dan siap diberangkatkan untuk dimakamkan ke kampung halamannya di kampung sumuranja sehingga kami tidak sempat melihat ayah secara langsung. Kami pun segera meluncur menuju ke sumuranja untuk ikut mensholatkan dan melihat langsung pemakamannya.
Selama liburan, kami jalani dengan kesedihan bersama ibu di krakal hingga berakhirnya liburan.
Kala itu kami menyandang status yatim. Namun kami terus berjuang untuk tetap tegar dalam menjali hidup ini hingga akhirnya tiba juga masa kelulusan kami dari pondok daar el qolam pada tahun 2004 dengan kelulusan yang cukup mengembirakan.
Berbagai ilmu telah kami raih. Begitu banyak sekali manfaat yang kami rasakan setelah lulus dari pesantren daar el qolam tersebut hingga kami rasakan sampai sekarang. Terima kasih wahai pondokku daar el qolam....!!
Setelah wisuda dari pesantren tersebut, saya harus berjuang terus untuk mengikuti SPMB dalam menuntut ilmu lebih tinggi yaitu di perguruan tinggi negeri. Saya ikut SPMB tahun 2004 dengan harapan dapat di terima di salah satu perguruan tinggi negeri satu-satunya di banten iaitu UNTIRTA (Universitas Tirtayasa). SPMB kala itu saya mengambil dua pilihan; jurusan teknik mesin dan teknik kimia. Kedua jurusan itu saya pilih hanya di UNTIRTA saja.
Harapanku hampir pudar ketika melihat pengumuman bahwa saya dinyatakan tidak lulus. Akhirnya saya mencoba mengambil kuliah di sekolah tinggi swasta di STTF (Sekolah Tinggi Teknologi Fatahillah) serdang – serang.
Belum sempat satu tahun lamanya, kakak saya kurang setuju kuliah di swasta dan menginginkan saya dapat kuliah di perguruan tinggi negeri di bandung. Akhirnya saya mengikuti SPMB kembali dan kali ini saya bertekad harus belajar lebih keras dan harus lulus dan diterima di perguruan tinggi negeri. Kala itu saya mengambil dua pilihan yaitu; jurusan teknik penerbangan ITB dan jurusan pendidikan teknik mesin UPI.
Alhamdulillah akhirnya saya harus bersyukur walaupun lulus di terima di pilihan kedua yaitu di jurusan pendidikan teknik mesin UPI – Bandung.
Tahun 2005 merupakan awal saya kuliah di pendidikan teknik mesin fakultas pendidikan teknologi dan kejuruan (FPTK-UPI Bandung) dengan target wisuda tahun 2010.
Namun lagi-lagi pada tahun 2007 tepatnya pada tanggal 23-10-2007 saya harus menerima kehilangan ibu orang tua satu-satunya dimana kala itu saya masih duduk kuliah pada semester 5-6. Kesedihan paling mendalam terulang kembali menimpa kami berdua dimana ibu orang tua satu-satunya yang kami sayangi harus menderita penyakit kangker payudara hingga berpulang ke rahmatullah (meninggal dunia).
Akhirnya, saya harus izin kuliah dan pulang ke rumah berangkat dari bandung dari sore hari. Malam itu dalam perjalanan pulan kerumah tangisan air mata mengalir dengan derasnya tampa henti sampai membengkak mata ini hingga akhirnya sampailah di rumah tepat jam 2 malam. Sesampai disana adik, keluarga dan masyarakat telah menunggu kedatangan saya dan disambutlah dengan isak tangis dan rasa haru mendalam. Air mata ini tidak terbendung lagi mengalir deras sekali ketika melihat orang tua satu-satunya terlentang tidak bernafas lagi. (mohon maaf saya tidak menceritakan kejadian yang menyedihkan dan tidak bisa dilupakan ini hingga selesai).
Kini kami menyandang status yatim piatu. Namun kami telah dibekali oleh maha guru kehidupan dari segala kejadian-kejadian dalam hidup ini yang telah mengajarkan kami untuk tetap menjalani hidup lebih tegar walau tanpa orang tua sekalipun agar terus tahan banting dalam menghadapi segala problema kehidupan ini.
Selamat menempuh hidup lebih baik lagi.....
Berani hidup, berani berjuang untuk menang dan mulia
Selagi masih bernafas, jangan putus asa